Sarapan di Cipanas, Makan Siang di Cikampek. Perjalanan Menuntaskan Rasa Penasaran. (bag. 1)

Live curious” is about exploration, pioneering and questioning, which captures National Geographic’s shared spirit. No matter what country you live in or language you speak, this message to “Live Curious” hits close to home. Everything deserves a why.”

Mungkin, kalimat di ataslah  yang menyebabkan saya, Alex dan Shandi untuk melakukan perjalanan ini. Dimana ketika sang surya masih terlelap, dan pagi pun belum menampakkan wajahnya. Ketika banyak orang masih bersembunyi di balik selimut, dan asyik hanyut di dalam mimpi, kami bertiga justru sebaliknya. Dengan mengendarai motor, kami memutuskan untuk menjelajahi sebuah rute yang mengundang rasa penasaran; Padalarang – Cikampek via Purwakarta. Alasannya? Kami belum pernah melaluinya. Sesederhana itu. Mengapa juga kami berangkat di dini hari? Lagi-lagi karena alasan sederhana. Kami penasaran rasanya berkendara ketika orang masih terlelap tidur. 😀

Bertemu pukul 05.00 di SPBU TMII (Taman Mini Indonesia Indah), kami bertiga tiba dengan motor masing-masing. Shandi mengendarai Byson dengan Sidebox-nya. Sementara saya dan Alex masih setia dengan Karisma kami. “Kita mengawal kebo hari ini”, seloroh Alex seraya mengunyah bakwan goreng yang saya bawa. Shandi hanya tersenyum saja mendengar itu. Rencananya, perjalanan kami akan menempuh rute TMII-Bambu Apus-Jl. Raya Bogor-Ciawi-Puncak-Cipanas.

Nikmat. Itulah kata yang terbersit pertamakali ketika kami memulai perjalanan sekitar 05.15. Melewati daerah Bambu Apus yang masih banyak terdapat perkebunan dan perkampungan, udara pagi yang dingin menyergap tubuh kami yang terbungkus jaket dan perlengkapan berkendara. Jalan raya masih sepi, bahkan angkutan umum belum ramai.

Memasuki kawasan Cibubur, tepat di samping jalan tol, saya mendengar raungan knalpot menggelegar di belakang. Mungkin anak klub yang juga mau riding, pikir saya. Tetapi tebakan saya salah. Ternyata, adalah seorang petugas kepolisian, lengkap dengan rompinya, tengah mengendarai sebuah KLX-150, motor trail keluaran Kawasaki. Ah, jadi makin semangat berkendara melihat pak polisi mengendarai motor 150cc tersebut.

Lepas dari kawasan Cibubur dan sekitarnya, kami bertiga melanjutkan melalui jalan raya bogor. Pagi yang cenderung berawan, membuat sinar matahari agak enggan menyinari jalan. Saya memandang jauh ke depan, melihat sekumpulan awan kelabu. Hujan? Berarti makin lengkap perjalanan ini, demikian pikir saya. Tapi harapan itu tidak menjadi kenyataan. Bahkan ketika kami tiba di Cibinong, ketika arus lalu lintas mulai ramai, tanda-tanda hujan tidak terlihat. Namun cuaca sedikit mendung, membuat mood berkendara semakin menjadi. Di sela-sela pengendara yang seruntulan, kami mencoba menikmati pagi hari dengan berkendara sesantai mungkin.

Menjelang Bogor, Alex yang menjadi road captain tiba-tiba saja membelokkan kendaraan ke arah Sentul. “Gue bosan lihat jalanan yang lurus. Gak ada tantangannya.” Ujarnya belakangan ketika saya tanya alasan mengubah jalur.

Alhasil, jalur bukit pelangi menjadi rute selanjutnya. Bagi yang sudah pernah, rute ini merupakan tipikal alternatif yang dipilih oleh komunitas/klub motor yang menuju atau dari Puncak. Selain lebih cepat dan menghindari macet,  rute yang melewati bukit golf Pelangi ini, menyuguhkan jalan yang berliku-liku. Serta tanjakan dan turunan yang menantang.

Puas menikmati tiap tikungan di jalur bukit Pelangi, kami tiba di daerah Gadog, Ciawi. Perjalanan yang menempuh jalur menanjak mulai dilakukan. Walaupun masih pagi, lalu lintas menuju Puncak Pass, sudah mulai ramai. Mobil pribadi (kebanyakan dari Jakarta), angkutan umum, bus hingga kendaraan pick-up, lalu lalang. Dan kami “terpaksa” terjepit diantara besarnya mobil, serta tingkah laku pengendara motor yang umumnya seruntulan.

Menjelang puncak Pass, saat sedang menikmati tikungan demi tikungan menanjak, saya yang berada di belakang Shandi mendengar suara raungan knalpot. Awalnya berpikir, mungkin yang ada di belakang adalah motor HD alias Harley Davidson. Tetapi pas ditengok kanan-kiri, kok tidak terlihat? Ternyata, suara itu berasal dari mobil bak terbuka di samping kami. Mungkin knalpot yang dibobok, yang menyebabkan suara itu. Saya sempet tersenyum sendiri. Belakangan saya ketahui bahwa Shandi berpikiran yang sama.

Kami tidak berhenti di Puncak Pass. Melainkan langsung menuju rumah makan Bubur Ayam Pak Maman yang terletak di Cipanas. Sebelum Kota Bunga tepatnya. Tempat ini, sejak beberapa tahun terakhir memang menjadi persinggahan bagi saya dan rekan-rekan bikers.  Alasannya, banyak. Selain murah (1 porsi tidak sampai 10 ribu),  tempatnya juga nyaman dan bersih. Buburnya? Boleh dicoba. Entah beras apa dan bagaimana cara membuatnya. Yang dirasakan adalah kelembutan bubur yang tidak terlalu encer.  Bumbu yang tersedia, juga pas gurihnya. Perihal kacang, silahkan ditaburkan sepuasnya, begitu juga dengan sambal dan kecap. Oh ya, untuk sambalnya, jangan yakin lidah anda mampu menaklukkan pedasnya. Dengan rasa manis, dan aroma pedas yang cukup kuat, dijamin akan membuat bubur panas yang anda makan, menjadi semakin panas. Kombinasikan kepedasan itu dengan kacang dan kecap tadi. Pastikan diri anda tidak tersenyum senang.. 😀

Sontak anda akan merasakan sensasi “nagih” di lidah. Itu pun belum ditambah dengan stok “bala-bala” atau bakwan goreng yang selalu tersedia.  Bakwan gorengnya sungguh crispy. Tidak kalah garing dengan makanan junk food ala kota Jakarta. Lagi, kombinasikan rasa bakwan itu dengan bubur yang tercampur sambal, kecap dan kacang. Serta tentu saja, suwiran daging ayam segar. Kalau anda butuh “pertolongan” untuk menjinakkan rasa pedas, segelas teh tawar hangat wajib menjadi teman santap.  Setelah itu, silahkan habiskan porsi bubur ayam anda. Oh ya, hampir saja lupa. Di sini juga ada penjual gemblong, makanan tradisional khas sunda. Dan dijamin masih hangat, baru matang. Lumayan untuk cemilan.

[3 Porsi Bubur ayam, 2 cangkir kopi, 1 gelas teh manis , 2 sate usus dan 6 bakwan goreng, hanya perlu dibayar Rp. 35.000.]

bersambung….

*foto diambil menggunakan Nikon Coolpix S3000*

 

7 respons untuk ‘Sarapan di Cipanas, Makan Siang di Cikampek. Perjalanan Menuntaskan Rasa Penasaran. (bag. 1)

Add yours

  1. saya juga setuju kalai mengawali riding di pagi hari, pasti akan membawa suasan yang menyegarkan.

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑