Secuil Jajanan Cirebon

Cirebon Tahu Gejrot“Lu gak bakal nyesel gue ajak ke Cirebon dah!” demikian ujar Irwan saat kami mulai memasuki kota Cirebon, Sabtu (11/11) pagi hari. Memasuki kota Udang ini, suasananya tidak ada yang istimewa, kondisi lalu lintasnya pun sama seperti kota-kota satelit pinggiran Jakarta yang cenderung ramai. Irwan tidak bercanda ketika mengatakan saya akan menikmati kunjungan ke Cirebon. Dalam waktu singkat, kami sudah tiba di salah satu warung nasi jamblang terkenal di Cirebon. Warung Nasi Jamblang Mang Dul namanya. Terletak di jalan Dr. Cipto Mangunkusumo. Tepatnya di  depan Grage Mall. Nasi jamblang adalah salah satu jajanan khas Cirebon. Nasi putih harum tersebut, ukurannya sebesar kepalan tangan orang dewasa. Dibungkus dengan daun jati, yang berwarna hijau tua, nasi ini mempunyai harum yang khas.

“Dua atau tiga mas?” tanya si mbok pelayan nasi Jamblang. Si mbok, duduk di belakang serangkaian baskom berisi makanan tambahan. Secepat kilat, insting saya mengatakan “Dua”. Maka keluarlah Lanjutkan membaca “Secuil Jajanan Cirebon”

Sawarna, Tanjung Layar

Bagian Terakhir dari empat tulisan.

Lupakan soal sunrise, itu yang ada di dalam benak saya saat bangun tidur pagi ini. Sinar matahari sudah nampak saat Andry menyibak tirai jendela. “Ayo guys, kita ke pantai.” Ujarnya dengan muka agak segar karena baru saja cuci muka. Ochep merespon dengan bangun, dan bergegas ke kamar mandi. Yah, ritual setiap orang yang baru bangun itu tak perlu dikomentari lagi. Windu, sepertinya masih asyik di “alam” seberang sana. “Beuh, nih orang kayaknya lagi nanjak di Cikidang nih!” ujar Ochep saat mengomentari “melodi” suara mendengkur Windu. Andry dan saya hanya tersenyum. Namun tak butuh waktu lama bagi pria bertubuh tambun itu untuk keluar dari alam mimpinya, dan akhirnya kembali ke dunia nyata.

Pantai Putih1

Berempat, kami mulai menelusuri jalan setapak menuju pantai dengan berjalan kaki. Lanjutkan membaca “Sawarna, Tanjung Layar”

Sawarna, Pantai Laguna Pari

Laguna Pari1

Bagian ketiga dari empat tulisan.

Mendekati pukul 4 sore, kami berempat, ditemani oleh Kang Deden yang menjadi pemandu kami mulai berjalan ke Laguna Pari menyusuri jalan setapak. Kondisi jalur perjalanan dari gua Lalay ke Laguna Pari memang menguras tenaga. Maklum saja, jalannya sedikit menanjak bukit. Andry & Windu yang tengah menikmati puasanya, cuma bisa tersenyum saat saya menanyakan kondisi mereka berdua. Maklum, di tengah cuaca yang lumayan hangat, khas daerah tropis, aktivitas ini lumayan mengundang dahaga. Tanjakan awalnya cukup terjal. Saking terjalnya, Andry & Windu sempat beristirahat sejenak, sebelum kembali berjalan.

“Ayo semangat, cuma di sini doang tanjakannya. Nanti di depan sana, pemandangannya bagus. Gak ada lagi tanjakan. Lanjutkan membaca “Sawarna, Pantai Laguna Pari”

Blog di WordPress.com.

Atas ↑