Empat Jam Di Torry Coffee Kalimalang

Setelah tertunda beberapa kali, akhirnya niat saya untuk mengunjungi salah satu kedai kopi di bilangan Kalimalang, Jakarta Timur, akhirnya bisa terlaksana tadi malam (15/8). Ditemani oleh No-Q seorang kawan, yang juga bikers  pecinta kuliner, meluncurlah kami berdua mengunjungi tempat yang selalu menjadi bahan pembicaraan.

Jika anda dari arah halim, maka Torry Coffee berlokasi di sebelah kiri jalan, sekitar 500 meter dari perempatan Pangkalan Jati. Posisinya diapit oleh dealer motor Honda dan restoran Hoka-hoka Bento. Tempatnya dua lantai, didominasi oleh warna hitam, merah dan coklat.

20.05
“Malu bertanya, bisa salah pesan” itulah prinsip seorang pejalan perihal makanan dan minuman. 😀 Oleh sebab itu, kami berdua bertanya terlebih dahulu soal menu kopi yang jadi andalan. Pasalnya, selain baru pertamakali menjadi tamu, menu yang tersedia juga sangat banyak. Setelah mendapat rekomendasi dari sang waiter, dua menu pembuka dipesan: Hot Vanilla Latte dan Carramel Latte.

Sambil menunggu pesanan datang, kami berdua asyik mengobrol santai. Di sekitar kami, para pengunjung tampak asyik dengan diri mereka dan juga teman-temannya. Dari luar tempatnya terkesan sempit, tetapi saat sudah didalam, terlihat cukup luas. Yang berkunjung bisa dibilang mayoritas anak muda.

“Segmennya memang anak muda, oleh sebab itu, biasanya yang berkunjung ke sini biasanya mahasiswa atau pekerja muda yang mampir habis pulang kantor.” Demikian ujar salah seorang waiter saat ditanya soal mayoritas pengunjung.

Tak lama pun, pesanan kami datang. Jujur, tidak banyak eskpektasi saat memesan, maklum namanya juga masih pemula dalam hal icip-icip kopi. Apalagi lidah kami belum terlatih layaknya coffee lover kelas wahid.


Sesaat antara saya dan No-Q terdiam sesaat setelah mencoba pesanan masing-masing. Rekan saya si pekerja IT tersebut senyam-senyum sendiri. “Mantab nih. Rasa Carramelnya, terasa banget. Gue suka nih.” Ujarnya kembali sembari menyeruput gelas latte pesanannya tersebut. Ini adalah kali kedua No-Q mencoba kopi, setelah sebelumnya saya ajak ke kopi ireng, Dago, Bandung. Ketika saya tanya bagaimana pendapatnya, No-q hanya bisa mengacungkan jempol sambil tersenyum. Tanda bagus sepertinya. 😀

Yang menarik adalah, berbeda dengan kebanyakan kedai kopi, yang sudah menggunakan mesin kopi, Torry coffee justru sebaliknya. Mereka masih menggunakan sistem manual. Artinya, dari mulai meracik kopi, mengukur hingga mencampur bahan-bahan minuman beraroma kopi, coklat hingga lainnya.

Sementara, saya yang memesan Vanilla Latte, juga harus mengakui kenikmatan racikan Barrista Torry Coffee ini. Setelah mengamati layering (susunan elemen minuman dalam satu gelas), lidah saya mulai merasakan racikan kedai kopi di pinggir jalan kalimalang ini. Rasa vanilla terasa cukup dominan. Unikya, rasa kafeinnya justru enggan “pergi” dari lidah ini. Wah, kok bisa yah?  “Manteb nih. Kerasa banget.” Ujar No-Q lagi.

Sembari menyeruput pesanan masing-masing, saya dan No-Q sibuk mengobrol lebih lanjut tentang keseharian Jakarta. Dari mulai lalu lintas Jakarta yang terasa tidak manusiawi, rencana perjalanan ke luar kota hingga antisipasi jalur mudik musim lebaran tahun ini. Sementara, di sekitar kami, mulai banyak berdatangan tamu, entah itu sehabis pulang kerja, kuliah atau sekedar mampir. Ada yang menggunakan pakaian formil, berkemeja ataupun menggunakan kaos oblong. Bahkan ada yang dengan santai hanya mengenakan kaos, celana pendek dan sendal jepit.

21.16
Samar-samar suara musik Reggae berkumandang menemani obrolan tamu Torry Coffee malam itu. Dengan interior yang mengingatkan saya akan “warung kombi”, dimana banyak bertebaran poster-poster vintage di dinding, dan kursi dan meja yang sederhana, suasananya sungguh terasa nyaman. Atau kalau menurut kaum metropolis, cozzy.

Coffee Torry yang di kalimalang ini merupakan yang pertama dibandingkan beberapa cabang lainnya. “Kita mendirikan yang di Kalimalang ini terlebih dahulu. Setelah itu, baru menambah cabang di beberapa tempat.” Ujar seorang waiter sambil menyebutkan lokasi Tebet, MT. Haryono sebagai hotspot Coffee torree lainnya. “Malam takbiran kita juga buka kok. H+2 juga sudah buka.” Ujarnya lagi saat ditanya perihal antisipasi keinginan menyeduh kopi di waktu jelang Lebaran.

Mungkin karena kenyamanan dan kenikmatan nongkrong No-Q tidak sadar untuk berbagi foto dan status Facebook-nya ke rekan-rekan yang lain. Alhasil, pria yang akan menikah Akhir September nanti, sempat “autis” dengan perangkat Blackberrnya. 😀 Sementara saya, asyik masyuk juga menikmati dua paras ayu yang tengah asyik bercanda sambil menyeruput minuman dingin. Darimana saya tahu? Ah kira-kira saja. 😀

22.10
“Pesan apa lagi nih? Cobain yang dingin yuk?” ujar No-Q saat usai dengan aktivitas Blackberry-nya. Setelah membaca, memertimbangkan dan menimang-nimang :D, kami memutuskan memesan satu cangkir Smoothie Cappucino dan satu cangkir Orange Coffee. Semuanya Serve Cold. Sembari menunggu pesanan datang, kami memesan singkong goreng, yang dikombinasikan dengan saus keju (Sepertinya). Tak lupa kami menetralkan lidah, sembari meneguk Squash Tea.

Ketika pesanan datang, lagi, tidak ada kata-kata keluar dari kami berdua. Bagi saya, ini pertamakalinya mencicipi Orange Coffee ala Torry Coffee. Jujur, rasa orangenya bersatu padu dengan rasa kopinya. Walaupun sudah melewati kerongkongan, tetapi sekali lagi, rasa orange tersebut tetap betah tinggal berlama-lama di lidah. Wow, mantab.

Widih, ini lebih mantab dibandingkan yang tadi!” ujar No-Q mengomentari Smoothie Cappucino-nya. “Atau mungkin karena ini dingin, dan yang latte hangat yak? Ah pokoknya enak deh.” Ujarnya lagi sambil ketawa cekikikan.

Berbicara di bagian luar, kami hanyut dalam obrolan ringan yang diselingi oleh tawa dan canda sebagian besar pengunjung warung kopi yang sudah 6 tahun beroperasi ini. Selain bagian luar, ada pula bagian dalam, serta lantai 2 bagi yang ingin merasakan suasanan lain. Di sini, selain memesan kopi, bisa juga memesan makanan lain seperti nasi goreng dan lainnya.

23.45
Waktu sudah mendekati tengah malam, saat saya dan No-Q tersadar bahwa kami sudah “keterlaluan” duduk di Torry Coffee. Dan setelah meneguk tetes terakhir Orange Coffee, saya dan No-Q pun meninggalkan Torry Coffee yang masih ramai dengan suara khas obrolan anak muda di dalamnya. Saat perjalanan pulang, saya jadi berpikir, mungkin mengamati ramainya jalur mudik di kalimalang, sambil menikmati racikan kopi Torry coffee adalah ide yang layak dicoba. 😀

7 respons untuk ‘Empat Jam Di Torry Coffee Kalimalang

Add yours

  1. Membaca kisah bung yang satu ini jadi menggugah hati menggerakkan kaki menuju tempat ini, untuk masalah harga bagaimana bung?

    1. @marlin, harga masih terjangkau anggaran para mahasiswa… 😀
      @anggi, monggo bro.. Enak kok buat ngobrol tempatnya…

  2. belum kesampaian juga kesini
    meski gaunganya dari temen2 yang suka nongkrong disini sering terdengar…

    *pas kuliah kemaren kemana ajaah ya..tau gitu daku mampir kesini :mrgreen:

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Atas ↑