Tour de Cirata via Ciburahol

Puncak Pass“Kayaknya boleh nih kita coba nih jalur. Daripada kita muter jauh ke Padalarang?” ujar Ochep, seorang penggemar sepeda gunung, saat kami berdiskusi tentang rute perjalanan akhir pekan kali ini. Rencana awal hendak “iseng” mencoba jalur dari Puncak Pass ke Padalarang hingga Lembang, Jawa Barat. Tapi rencana tersebut diamputasi sejak dini mengingat waktu tempuh yang terlalu panjang. Kami putuskan untuk menempuh jalan bernama Ciburahol, di daerah Rajamandala, Cianjur, Jawa Barat, untuk menuju Waduk Cirata. Oleh sebab itu, touring ini kami beri nama “Tour de Cirata via Ciburahol”

Jadilah, Sabtu (24/1) pukul 05.00 dini hari kemarin, saya, ochep dan Irwan beriringan berkendara di akhir pekan. Rute kali ini sedikit berbeda. Tujuan awal adalah bubur ayam pak Maman di daerah kota Bunga, Cipanas. Namun kami tidak mengambil jalur yang biasanya kami tempuh, melalui Jalan raya Bogor dan sekitarnya. Adalah Ochep, yang sudah nyaris setahun tidak touring, mengajak kami melewati rute Bekasi-Cileungsi-Citereup-Sentul hingga tembus Gadog.

Special Stage 1 (biar kayak rally J), kami berangkat dari SPBU kerang merah di bilangan Bekasi barat. Dilanjutkan melewati jalan raya Narogong hingga tembus ke pasar Bantar Gebang, Bekasi bagian Timur (ujung). Yang akhirnya akan tiba di perempatan Fly Over Cileungsi. Sepanjang perjalanan, saya mengingat betul jalur ini adalah rute yang saya lewati semasa SMP. Hingga kini, ciri khasnya masih terlihat. Di pinggir jalan terlihat banyak bengkel truk, gudang hingga pabrik. Maklum, area ini merupakan kawasan industri sedari dulu. Dan pagi-pagi sekali, kami bertiga harus berjibaku dengan truk-truk yang menjadi penguasa jalur ini.

Tak sampai satu jam, saat tiba di depan pabrik semen Holcim, saya melihat jam dan menunjukkan pukul 06.05. Wow,cepat juga, baru 1 jam sudah tiba di seputaran Cibinong. Dan benar saja, dalam hitungan 20an menit, kami sudah melewati Citereup hingga tiba di depan pintu sirkuit Sentul. Andai saja di beberapa ruas jalan tidak ada kerusakan permukaan jalan, mungkin akan tiba lebih cepat.

“Nah, dari sini,gue belum paham jalurnya. Elu deh yang duluan.” Ujar Ochep.

Jadilah saya berkendara duluan. Menyusuri jalan Sentul Raya, jalan Raya Babakan Madang hingga jalan raya Cijayanti hingga melewati Bukit Pelangi dan tiba di area Gunung Geulis. Selanjutnya tiba di Gadog, jalur utama menuju puncak dari arah Ciawi. Secara umum, kondisi jalur ini 65% mulus. Sisanya hanya jalan berlubang yang mengganggu ritme perjalanan.

Setelah istirahat 20 menit di SPBU Gadog (terdapat Dunkin Donut dan Hoka-hoka bento), maka kami lanjutkan SS 2 menuju bubur ayam pak Maman di daerah Kota Bunga Cipanas. Jarak tempuh 22 kilometer yang menanjak, dengan lalu lintas yang ramai lancar, bisa kami tempuh sekitar 40 menit. Sekedar review singkat, bubur ayam Pak Maman sudah saya sambangi beserta teman-teman sejak 2009. Letaknya di jalan raya Kota Bunga, Cipanas.

Bubur ayam Pak Maman biasanya sudah ramai sejak pukul 06.00. Kebanyakan adalah tamu dari penginapan dan resort di sekitar kota bunga Cipanas. Jika dulunya hanya menyediakan bubur ayam yang gurihnya pas di lidah, kini tersedia juga nasi uduk. Cemilan lain untuk menemani bubur ayam tersedia: sate ampela, bakwan, perkedel dll. Untuk menuju bubur ayam Pak Maman, silahkan dicek jalur perjalanan kami. 😀

Cirata_Bubur Ayam Pak MamanOny tiba beberapa menit setelah kami menyantap porsi bubur ayam kami. Dan setelah menyantap 5 porsi bubur ayam, 4 tusuk sate ampela, 3 porsi kerupuk tambahan plus 6 bala-bala (bakwan) disertai beberapa cangkir teh panas, maka kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

SS 3 kami adalah Cipanas ke Waduk Cirata. Namun kami sengaja tidak melalui jalur Padalarang, melainkan melalui jalan yang hanya kami lihat di peta sebelumnya. Sesuai rencana, kami akan melalui jalan raya bernama Ciburahol. Dari Google Maps, jalan tersebut ada di sekitar Rajamandala, daerah sebelum Cipatat. Ada garis menyambung dari jalan tersebut hingga waduk Cirata.

Perjalanan dari Cipanas-Cianjur hingga area Rajamandala terbilang lancar. Dan permukaan jalan mulus 95%. Sementara kondisi lalu lintas nyaris sama seperti di Pantura (jalur Pantai Utara) dimana kami harus berhati-hati menyalip kendaraan di depan, mengingat jalurnya lumayan ramai oleh bus antar kota.

Setelah satu jam berkendara, saya melihat papan nama sebuah toko, dan di bawahnya tertulis “Rajamandala”. Dan saya pun mulai mengamati situasi. Terakhir saya cek di google maps, jalan Ciburahol ini berada di sebelah kiri dan sepertinya merupakan jalan besar.

Well, ini saatnya menggunakan CPS, sesuatu yang lebih canggih dari GPS dan sudah ada sejak era Si Pitung Jagoan Betawi. Yup, CPS alias Cangkem Positioning System alias tanya penduduk sekitar. Atau teman-teman KHCC menyebutnya TOPS (Tukang Ojek Positioning System). 😀

“Kang, punten, ini jalan bisa sampai ke Cirata?” tanya saya kepada seorang tukang ojeg.

“Oh iya, bisa ke cirata.” Jawab si tukang ojeg dengan pedenya sambil duduk di atas jok motor Gl-Pro-nya.

Lalu tukang ojeg di sampingnya menambahkan, “bisa kok bang. Ikutin saja jalannya.”

“Berapa lama kang sampai sana?” tanya saya lagi.

Mereka berdua tidak menjawab, dan saling menengok sebelum salah satunya menjawab, “Yah sekitar satu jam deh bang.”

Okay, melihat cara mereka menjawab dan bahasa tubuhnya, sepertinya ini bakal lebih dari 1 jam. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, waktu tersebut “boleh” ditoleransi hingga 2 kali, alias 2 jam. 😀

Mulailah kami menjalani jalur yang katanya Cuma 1 jam perjalanan itu.

Cirata_Ciburahol

“Sekitar 1 kilometer lagi pak ke Cirata” ujar seorang pekerja pinggir jalan saat saya kembali bertanya soal waduk Cirata. Well, agak mulai ragu apakah ini jalur yang tepat, atau kami berputar-putar? Pasalnya, hingga saat ini tidak ada papan penunjuk ke waduk tersebut.

Cirata_Ciburahol2

Cirata_Cipeundeuy

Cirata_Belum Sampai

Cirata_ACI

Cirata_MulaiRagu

Tiba di pertigaan, kembali menggunakan CPS, dan diberi tahu oleh bapak tua penjual air mineral, “ambil arah ke Bandung aja. Nanti ada belokan ke kiri, belok saja”, ujarnya ramah.

Cirata_Peradaban

Perjalanan dilanjut.

Cirata_Kode

Mikir juga nih, 1 kilometer darimana yah? :p

Akhirnya, ada juga jalan yang mengarahkan ke PLTA Cirata. Lalu kembali bertanya kepada tukang ojeg, “Cirata berapa kilometer lagi kang?”

Ternyata jawabannya tidak kompak. Yang satu menjawab, “masih sekitar 4 km dah bang” sementara yang satunya lagi menjawab, “sekitar 10 kilometer bang.” Okay, ini makin mengasyikkan.

Cirata_JalanPLTAJalan raya PLTA Cirata yang mulus dan sepi lalu lintas membuat kami sedikit menambah akselerasi. Tapi apa daya, hingga 10 menit pun masih menyisakan jalan raya mulus. Akhirnya, kami nikmati saja jalan rimbun dan mulus ini. Belum ada mini market, rumah-rumahnya masih sederhana dan masih banyak anak sekolah nongkrong di pinggir jalan.

Akhirnya, tiba di PLTA Cirata.

Cirata_PLTA

“Woi, makan dimana nih?” ujar Ony meringis menahan ngilu di bokongnya. J

“Mending jangan di sini, mending di Jatiluhur aja.” Ujar Ochep. Ony bengong, Irwan nyengir. Saya menghela napas.

Cirata_TibaAkhirnya demi makanan yang dijamin enak oleh Ochep, bergegaslah kami dari waduk Cirata menuju Waduk Jatiluhur. Rute inilah yang tidak terekam oleh aplikasi MyTrack di ponsel saya karena baterai sudah exhaust alias mati. Singkat kata, singkat cerita, bagaikan kesetanan, kami berempat saling pelintir gas menambah kecepatan. Mulai dari waduk Cirata, tiba di jalur lama yang biasa dipakai bus untuk ke Bandung hingga sampai di Purwakarta.

Benar saja, faktor psikologis karena lapar terkadang bikin kita jadi lebih dinamis berkendara. Tapi untung saja, kami Bunciters sudah tahan banting dan kelaparan, sehingga berkendara tetap tenang tanpa kebut-kebutan sambil tak lupa melempar senyum sumringah kepada supir angkot yang sembarangan menurunkan penumpang. *kokang bedil*

Dalam hati saya berpikir, ini kalo makanannya gak enak, si Ochep bakal menjadi korban dari pembunuhan karakter yang terencana, sistematik dan massif. :mrgreen:

Tiba di rumah makan Ani, menunya bisa bikin kenyang, bahkan sebelum dimakan. Mulai dari pepes ikan, tahu, oncom, dan lain-lain hingga ayam bakar, es kelapa, bakwan jagung dan yang paling “parah” adalah sambalnya. Manis, kecut namun pedasnya diam-diam membakar mulut belakangan. Membuat ingin mencicipi lagi, lagi dan lagi.

Cirata_RM AniSetelah usai makan, dan sempat berpikir untuk mampir sejenak di Jatiluhur, akhirnya diputuskan untuk langsung menuju ke Planet Bekasi via Karawang. SS5 adalah jalur pulang ke Bekasi dan sekitarnya. Kali ini lagi-lagi Ochep punya jalur khusus, tembus via Klari dan tiba di jalur utama Kosambi. Menjelang Maghrib tiba seputaran Bekasi. Irwan langsung pulang ke rumah, Ony menghilang, melejit dan membumbung ke angkasa tanpa bekas ke planet bernama Pondok Gede.

Total perjalanan sekitar 300 kilometer. Angka ini jauh jarak Bekasi-Cirebon yang hanya 220 kilometer. Yah, perjalanan kali ini berlebihan untuk dibilang petualangan. Toh masih ada aspal, masih ada peradaban, dan masih banyak gadis desa bertebaran. Cuma sesekali saja tiba-tiba berada di tengah hutan, kebun lalu desa kecil. Sebut saja pengalaman mengesankan. Pembelajan yang menambah kepercayaan diri, bahwa selama masih ada peradaban, bertanya kepada penduduk lokal adalah hal yang paling bijak untuk dilakukan. (hnr)

4 respons untuk ‘Tour de Cirata via Ciburahol

Add yours

  1. ajip bang! panutan buat gue yang belajar nyari jalur jalan jalan pake motor. salut! lanjtukan dong bang!!!

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Atas ↑